Minggu, 31 Maret 2013

PENGAMATAN BURUNG DI TAHURA WAN ABDUL RACHMAN

Pentingnya Burung Bagi Kehidupan

Burung merupakan satwa liar yang memiliki kemampuan hidup di hampir semua tipe habitat, dari kutub sampai gurun, dari hutan kornifer sampai hutan tropis, dari sungai, rawa-rawa sampai lautan. Burung mempunyai mobilitas yang tinggi dan kemampuan beradaptasi terhadap berbagai tipe habitat yang luas (Welty 1982).  Hutan alam yang terdiri atas berbagai jenis vegetasi dan strata memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi (Gani, 1993).  Hutan tanaman yang hanya berupa tegakan vegetasi tanaman sejenis (monokultur), dan adanya dominasi campur tangan manusia di dalamnya menyebabkan keadaan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah dan ketidakseimbangan keadaan factor-faktor lingkungan di hutan tanaman (Djunaidah 1999).

Burung adalah bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.  Burung memiliki banyak manfaat dan fungsi bagi manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Manfaat dan fungsi burung secara garis besar dapat digolongkan dalam nilai budaya, estetika, ekologis, ilmu pengetahuan dan ekonomis (yuda 1995).  Alikodra (2002)dan Ontario et al. (1990) menambahkan bahwa burung memiliki peranan penting dari segi penelitian, penidikan, dan untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata.

Manfaat dan fungsi burung yang begitu besar bagi kehidupan manusia, sehingga mendorong upaya untuk menjaga kelstarian dan keanekaragamannya.  Namun akhir-akhir ini kehidupan burung semakin lama semakin terdesak yang sbagian besar disebabkan oleh manusia dengan merusak dan mengubah fungsi habitat burung.  Kegiatan tersebut antara lain dengan konversi lahan untuk pemuiman, peternakan, perkebunan, perindustrian, pertambangan dan lainnya.  Kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan lahan yang cukup luas, sehingga habitat burung semakin berkurang denan bertambahnya kegiatan yang dilakukan manusia untk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menyebabkan kepunahan yang melampaui tingkat pengebaliannya (primack et al. 1998).



Rabu, 27 Maret 2013

Penggiringan Gajah ke Dalam Kawasan TNWK

Pengalaman Pertama Mengejar dan Dikejar Gajah Liar



Pada Hari Kamis 2 Agustus 2012 jam 18.00 terdapat informasi bahwa gajah akan dikeluarkan ke jalan lintas sumatera melalui salah satu desa yang ada disekitar Taman Nasional Way Kambas. Pada pukul 22.30 WIB terdapat kabar bahwa gajah telah digiring keluar oleh masyarakat, setelah sebelumnya upaya pencegahan tidak berhasil dikarenakan jumlah masa yang mencapai ratusan masa. Seluruh personil Resort Margahayu menuju lokasi penggiringan gajah. Hal yang dapat dilakukan adalah pemantauan keadaan dan upaa pencegahan semampunya, hhal ini dikarenakan jumlah personil yang kalah jumlah dan emosi masa yang telah memuncak. Kegiatan pemantauan dilaksanakan sampai pukul 03.00 WIB, untuk melaksanakan makan sahur dan sholat Subuh. Setelah beristirhat petugas melakukan pemantauan kembali dan mengiring gajah masuk ke kawasan hutan. Upaya ini dilaksanakan hingga sore hari, upaya ini mengalami kesulitan dikarenakan sejumlah masyarakat tidak memperbolekan gajah melintasi perladangannya. Hal ini yang menyebabkan penggirigan berjalan lama. Sore hari posisi gajah telah mendekati kawasan hutan namun masa yang pada malam sebelumnya menggiring gajah keluar pada malam ini dengan jumlah masa yang lebih banyak melakukan penggiringn ulang.


Hingga pukul 23.00 WIB masih terjadi penggiringan dan perseteruan baik antara masa penggiring gajah, masyarakat yang memiliki areal perladangan dan petugas Taman Nasional Way Kambas. Sehingga pada pukul 23.00 dilakukan diskusi antara Pihak Taman Nasional, Kapolsek, Koramil, Camat dan Pam Swakarsa utuk menentukan cara penggiringan gajah ke dalam kawasan hutan. Sebelumnya bapak Camat telah bernegosiasi dengan pemilik lahan dan telah mendapatkan iin untuk perladangannya dilintasi gajah. Setelah diskusi semua personel bergerak untuk menggiring gajah. Penggiringan masih mengalami perlawanan oleh masa sehingga pada pukul 01.30 petugas ditarik mundur untuk meredam amarah masa. Dan setelah Solat subuh didapatkan kabar bahwa gajah telah memasuki kawasan hutan. Jumlah gajah liar yang digiring kurang lebih 25 ekor yang terdir dari gajah induk betina dan anakan gajah.  

Konflik Gajah kali ini di akhiri dengan pembahasan bersama dari berbgai pihak yaitu Taman Nasional Way Kambas, Mayarakat Daerah Penyangga, Kepala Desa , Camat, Dinas Kehutanan Kab. Lampung Timur, dan Pemerintah Daerah Lampung Timur (Sekertaris Daerah). Hasil pertemuan adalah masyarakat berharap dibuatkannya kanal di areal Taman Nasional yang dipisahkan oleh rawa berbatasan dengan Desa . 







Pemadaman Kebakaran Hutan di Taman Nasional Way Kambas

KEBAKARAN HUTAN RABU, 25 JULI 2012 DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS



Kebakaran hutan. Ancaman kebakaran hutan di TNWK cukup tinggi, yang ditunjang dengan kondisi vegetasi dan perubahan cuaca. Lokasi yang rawan kebakaran hutan antara lain RPTN Bungur, RPTN Penanggungan, RPTN Susukan Baru, RPTN Plang Hijau dan RPTN Kuala Penet. Lokasi yang cukup jauh menyulitkan upaya pemadaman kebakaran hutan oleh personil. Daerah yang rawan kebakaran hutan mencapai 40.000 ha sesuai dengan penutupan lahannya.


Kebakaran hutan terjadi pada hari Rabu 25 Juli 2012, tanda kebakaran sudah terlihat sejak pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB berupa asap kelam dari areal hutan blok 4. Informasi adanya kebakaran diperoleh dari petugas yang berada di lokasi Restorasi Resort Margahayu. Kemudian pemantauan adanya kebakaran hutan dilakukan juga melalui menara pengamanan kebakaran hutan yang ada di depan kantor resort margahayu. Dari hasil pemantauan terlihat adanya asap kelam yang melambung ke angkasa.   


Kegiatan pemadaman berlangsung mulai pukul 14.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB. Dalam proses pemadaman api tim kehabisan air. Dan mengaharuskan tim kembali ke Pusat Pelatihan Gajah (PLG) untuk mengambil air lagi. Pukul 17.00 Tim sampai di PLG dan melanjutkan proses pemadaman pada pukul 19.00 WIB dan selesai pada pukul 23.00 WIB. Perlengkapan pemadaman kebakaran berupa 2 mobil tangki pemadam dan 1 mobil Dakar. Pemadaman dilakukan dengan menyemprotkan air dari mobil tangki ke sumber api dan dilakukan dengan system menggebuk secara langsung sumber api menggunakan ranting pohon yang masih hijau daunnya.