Selasa, 13 November 2012

Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan


Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman buru diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No 41 Tahun 1999). 

Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jnis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No 5 Tahun 1990 bahwa kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Terdapat beberapa kawasan hutan pelestarian alam di Provinsi Lampung, diantaranya Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Taman Nasional Way Kambas  dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam dapat dilakukan di dalamnya. Kegiatan tersebut harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan (UU No 5 Tahun 1990).

Isu yang berkembang saat ini adalah pengupayaan persetujuan dari Kementerian Kehutanan terhadap 11.200 hektar lebih lahan yang memiliki potensi panas bumi,  yang akan dikelola oleh PT Chevron Geothermal Suoh-Sekincau (CGSS) (Radar Lampung, Minggu 28 Oktober 2012). Isu ini merupakan isu yang menarik untuk dikaji, dikarenakan baru kali pertama di wilayah konservasi (kawasan pelestarian alam) untuk pengeksposan panas bumi.

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Ir. Supriyanto, 2011). Berdasarkan pengertian tersebut maka kegiatan pengeksposan panas bumi tidak termasuk pada kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan taman nasional.

UU no 5 Tahun 1990 Pasal 33 menyebutkan bahwa (1) setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. (2) perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. (3) setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Pernyataan di atas tercantum juga pada Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 yaitu pada pasal 44 yang berisi (1) upaya pengawetan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dilaksanakan dengan ketentuan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan. (2) termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Taman Nasional atau Taman Hutan adalah : a. merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistemnya; b. merusak keindahan alam dan gejala alam; c. mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan; d. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. 

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam : a. hutan lindung; atau b. hutan produksi (PP No 34 Tahun 2002)
Jumlah total lahan yang direncanakan di Suoh-Sekincau adalah 31.750 hektare, luasan izin usaha pertambangannya berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 278.K/30/MEM/2009 tentang Penetapan Wilayah Kerja Peetambangan yakni 33.333 hektare. Diterbitkan IUP-nya 31.909 dan revisinya 31.750 hektare, tetapi itu belum final (Radar Lampung, Minggu 28 Oktober 2012). 

Apakah pada akhirnya regulasi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Lampung Barat dan Chevron dengan Kementerian Kehutanan dan kementerian terkait lainnya akan membuahkan hasil sebuah persetujuan atau pun sebuah penolakan? Tentunya Pejabat yang berwenang akan mempertimbangkan keputusan yang diambil secara benar. Oleh karena itu saya pribadi berharap apa pun keputusan yang dihasilkan dapat memajukan bangsa Indonesia ini khususnya pada hal kesejahteraan rakyat dan kelestarian hutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar